Rabu, 15 Februari 2012

honda blade

Honda Blade 2011, Melenggang Pakai Racikan Aman

Honda Blade tunggangan Gerry ‘Laurent’ Salim, melenggang di  kelas MP6 pada Top 1 KYT Corsa MotoPrix 2011, Region 2 seri II. Kondisi hujan deras dan di beberapa tikungan sudah tergenang air, Blade dari tim Honda MPM Zuma (HMPMZ), Surabaya, Jawa Timur ini, naik podium tertinggi.

Agus Supriyono, tunner HPMPZ,  meracik Blade bermain aman. Beberapa komponen diubah dengan hati-hati. Kompresi dan lubang venturi karburator enggak bisa melebihi ukuran yang sudah ditentukan.  

Perbandingan kompresi juga sudah dipatok. Kompresi didongkrak sampai 12,8 : 1. “Agak susah meracik kompresi lebih dari 12,8:1. Risikonya besar. Mesin jadi enggak tahan,” ungkap Agus yang punya bengkel CPX Racing dari Jl. Raya Wonosari, Jogja. 

Kompresi Blade standar 9 : 1. Artinya, perbandingan kompresi Blade di tangan Agus naik 3,8 dari yang standar. “Ini pun penyesuaian karena regulasi bahan bakarnya mesti pakai Pertamax Plus. Jadi 13 : 1 dengan Pertamax akan ngelitik. Kalau kelamaan, mesin bakal jadi panas.” jelas Agus yang berbadan kekar. 

Bebek pesaing Blade sendiri untuk MP6 dengan Pertamax bisa mencapai 13 : 1. Artinya, kompresi yang lebih tinggi dari 12,8:1 bisa menghasilkan tenaga yang besar.

Sepertinya, perbandingan kompresi yang kelewat tinggi enggak menyulitkan buat pembalap. Terutama, seri II dan Region 2 MotoPrix ini kali di sirkuit basah, bahkan ada genangan air. Tenaga yang rata dan lembut mudah dikendalikan rider.

Diameter venturi juga sudah didesain ulang. Agus sepertinya enggak mau melebihi dari regulasi. Diameter standar lubang masuk bahan bakar 17 mm. Agus mengubahnya jadi 20 mm.
“Aturannya memang segitu. Diameternya dibikin lebih besar lagi dari 20 mm bisa retak. Cuma pas discrut yang diperiksa petugas cuma dilihat sudah dilem atau belum venturinya. Bukan diukur diameternya,” cocor Agus.

Meski ada batasan yang bikin tunner MP6 untuk Blade kudu teliti, tapi ada keuntungannya. Durasi klep in-ex Blade bisa diatur ulang tanpa harus perlu takut katup in-out bertabrakan.

“Enggak perlu ubah sitting klep. Berbeda dengan merek lain yang mesti geser dudukan botol klep. Itu kan jadi tambah biaya,” ujar Agus yang berambut cepak.

Durasi valve in-out Blade MP6 dirancang Agus jadi membuka 35 derajat sebelum TMA dan menutup 62 derajat setelah TMB untuk klep isap. Sedangkan klep out dibikin membuka 60 derajat sebelum TMB dan 37 derajat setelah TMA. 

“Kompresi yang dibikin aman, angkatan klep bisa tinggi jadi 9,5 mm,” ujar Agus yang berkulit sawo matang.

SOK CUSTOM

Perang sokbreker belakang silakan saja terjadi. Beberapa produk impor sekelas Ohlins, YSS dan KTC. Termasuk juga Showa yang aslinya merek Jepang, tapi diproduksi di Indonesia. Berbeda dengan Triple-S yang dibikin di Jogja.

“Perbedaannya sih sedikit dengan merek yang sudah terkenal. Perakitnya bisa langsung seting sesuai kebutuhan,” yakin Agus Supriyono.

Sokbreker Triple-S dibuat Goy, salah satu pemain sokbreker custom yang kondang juga di offroader roda empat. Sekarang punya merek sendiri.(motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
 Ban depan : Corsa 90/80-17 
Ban belakang : Corsa 90/80-17 
Pelek depan : TDR U-shape 1,40 x 17 
Pelek belakang : TDR U-shape 1,40 x 17 
Agus Supriyono : 0818-0413-0768
Penulis : Niko | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi, GT 

Senin, 23 Mei 2011 07:10 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z, 2010 (Yogyakarta)

Yamaha Jupiter-Z, Imbangi Usaha Dewa

Dulu, joki dengar nama Hendriansyah langsung keder. Kini, ‘Sang Dewa Road Race' yang harus pakai ilmu meringankan tubuh untuk bisa jawara di underbone. Hendri diet agar bobotnya tak membebani Jupiter-Z yang turun di kelas 125 cc. Makanya, sang mekanik, Rusdianto ‘Endut' kudu membuat tunggangan ‘Sang Dewa' bisa imbangi usahanya. 

Rusdianto sudah punya patokan untuk bikin Jupiter-Z jaya di Kenjeran. Makanya Hendri bisa runner-up di race 1 dan juara 1 di race 2. "Kuncinya, mengatur power dan torsinya seimbang. Sebab, di Kenjeran, kebesaran power, motor jadi liar," jelas mekanik bengkel Pusaka Racing, Jl. Kebon Raya, Yogyakarta itu.

Jupiter Hendri  perkasa sejak seri I di Sentul. Di Kenjeran, perlu penyesuaian sedikit. Durasi kem tetap 270 derajat. "Hanya waktu buka-tutupnya diubah. Di Kenjeran, kem digeser maju. Biar lebih cepat membuka dan menutupnya," jelas tuner akrab disapa Endut itu.

Lobe Separation Angle kem juga dimodifikasi. Derajatnya jadi 102. Di Sentul pakai 105. "Dengan begitu powernya gak kebesaran, tapi torsinya meningkat," sebut Endut yang mengadopsi kompresi 13,5 : 1 ini.

Geser ke urusan suplai bensin, Endut percaya karburator lawas Keihin PWK28. Meski diakuinya TMR lebih canggih. "Masalahnya, TMR sensitif.  Kotor sedikit berubah. Cuaca ganti, berubah. Nantinya sih pakai TMR. Tapi, sekarang masih enak PWK," akunya.

Empasan power mesin dimuntahkan lewat knalpot yang didesain khusus untuk Kenjeran. Beda dengan yang dipakai di Sentul, produk bikinan HRP itu diameternya dari leher ke ujung lebih kecil. "Sekitar 20 mm di lehernya, dan 50 mm di ujungnya. Model gini powernya lebih pas," aku mekanik kelahiran 1972 yang sudah dikaruniai dua anak itu.

Sentuhan terakhir diserahkan pada Hendri. Karena bobotnya memang lebih enteng, sokbreker diatur lebih empuk. "Sekarang, kalau dihitung, sokbreker menjadi lebih empuk sekitar 10 persen," ungkap Hendri.

Begini setelan motor Dewa! (motorplus-online.com)


 DATA MODIFIKASI
CDI: Vortex
Magnet: YZ125
Koil: YZ125
Sokbreker: YSS
Pelek  : TDR
 
Penulis : Aries | Teks Editor : Nurfil | Foto : Aji
Jumat, 25 Maret 2011 10:44 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2009

Yamaha Jupiter-Z 2009, Bebek Desmo Indonesia!

Mekanisme kerja klep Desmosedici terkenal di Ducati. Buka-tutup klep tanpa menggunakan pegas keras. Sehingga lebih akurat karena tidak floating dan hanya diperintah bubungan kem.

Itu yang coba ditiru Sugiono Bedja Saputra from Purwokerto. Dia mekanik kawakan yang beken disapa Bobeng ini kasih inovasi baru buat dunia balap Indonesia. Yaitu mesin Desmosedici ala Ducati yang diterapkan pada Yamaha Jupiter-Z.

"Prinsip kerja sama persis dengan Ducati. Cuma beda pada mekanisme penggerak rocker arm. Kalau Ducati menggunakan empat rocker arm untuk menggerakkan 4 bubungan kem, saya memodifikasi hanya 2 pelatuk untuk sistem kerjanya. Sehingga lebih efisien dalam menempatkan pelatuk klep," buka bapak pengapian tanpa magnet ini.

Noken as sebagai jantung alias pemompa bahan bakan menuju silinder, memiliki ubahan yang frontal. Baik dari bentuk maupun konstruksi. Konstruksi standar yang memiliki dua bubunngan diubah menjadi empat bubungan. Sebab dalam menggerakkan satu klep melalui dua gerakan.
Jadi, bumbungan kem satu untuk membukanya klep. Satunya lagi untuk menutup klep. Karena ada dua klep (in dan ex) makanya ada 4 bubungan.

Rocker arm  merupakan  penunjang gerak klep dari noken as tadi. Fungsinya vital, sebagai lengan penghubung gerak klep. Komponen asli sepatu klep ini otomatis tidak bisa dipergunakan lagi. Sebagai gantinya Bobeng mengakali dengan membuat sendiri rocker arm handmade.

"Bahannya dari shift gigi botol rasio. Diubah sesuai mekanisme tonjolan kem. Dengan material ini, rocker arm dipastikan akan jadi lebih paten dan kuat," yakin pria 54 tahun ini.

BLOK HEAD

Konstruksi yang sedikit rumit dan besar mengakibatkan bentuk bagian dalam head silinder mengalami ubahan sesuai dengan mekanisme penggerak di dalamnya. Yang paling terlihat adalah pada bagian dudukan rocker arm, sebab bentuknya sudah berubah. 

Termasuk pada mekanisme setelan klep yang memiliki dimensi jumbo. Makanya tutup klep asli sudah tergusur tutup klep aluminium variasi. "Selain sesuai dengan desain konstruksi kerja mesin bagian dalam, tutup klep ini juga berfungsi sebagai pendingin mesin," papar mekanik mangkal di Jl. Martadireja 1/789, Purwokerto, Jawa Tengah.

Per pembalik klep diganti lebih lentur, ditekan dengan dua jari sudah bisa langsung rapat dan renggang tanpa perlu tenaga. Namun mekanisme yang riskan oblak adalah pada bagian dudukan klep. Sebab bagian ini memang akan terus-menerus bekerja dengan kecepatan tinggi dan akurat.

Makanya Bobeng membuat sitting klep sendiri dari besi cor. Bagian atas dan bawah juga sudah mempunyai setelan kerenggangan yang masing-masing bisa disetel manual. Sebab pelatuk klepnya harus rapat dengan clereance detail agar tidak oblak. (motorplus.otomotifnet.com)
DATA MODIFIKASI
 Ban: FDR 90/80-17
Pelek: TDR
Sok: Daytona
Karbu: PE 28
Piston: Izumi
Knalpot: Custom
Bobeng Motor: 0815-6795-037
 Penulis : Andika | Teks Editor : Nurfil | Foto : Andika 

Honda BeAt 2010, Kampiun Kelas 130cc Patok Kompresi 12,7 : 1

Rasio kompresi penentu power mesin. Makin gede rasio kompresi didapat power besar. Namun harus ditunjang bahan bakar oktan tinggi. Seperti Honda BeAT pacuan M. Adi Sucipto dari tim Kawahara JP Racing, kampiun satu kelas 130 cc pemula di Indonesian Super Matic Race Seri 4 Malang lalu (28/11).

Di Sirkuit Tugu lalu, diseting kompresi 12,7 : 1. Ini kompresi maksimal atau paling tinggi karena terbatas penggunaan bahan bakar. “Wajib bahan bakar SPBU lokal. Maksimal Pertamax Plus,” jelas Alvin, mekanik yang mengorek.

Kompresi tercipta dari ubahan di sektor mesin. Pakai piston Izumi tipe high dome diameter 54,4. Namun sisi samping piston dibuat mendem 1 mm. Supaya punya endurance tinggi karena harus menempuh 15 lap setiap race-nya.

Begitupun sektor kepala silinder. Alasan serupa Alvin hanya memapas head sekitar 0,5 mm. Sebab, kalau lebih kompresi juga akan naik lagi.

Namun pada seri final (11-12/12) di Sirkuit Jl. Pahlawan, Tabanan, Bali, BeAT kelir biru ini hanya podium 3. Karena hanya ada Pertamax. Gak ada Pertamax Plus.

Kembali soal kapasitas silinder. “Kini dengan diameter piston 54,4 mm, volume silinder sekarang bengkak jadi 127,3 cc,” jelas Alvin yang aslinya punya bengkel di di Jl. Raya Jombang, Perigi Lama, Bintaro, Tangerang Selatan.

“Bicara seting mengacu pada regulasi yang sudah ditetapkan. Tahu sendiri, kelas 130 cc standar enggak banyak ubahan. Jadi, cuma kemampuan meracik mesin kuncinya,” ungkap Alvin yang aslinya mekanik S2M Kaka Putera Perdana.

Di kelas standar pemula, diameter klep tidak diubah dan masih andalkan part standar. Kini, kedua klep in dan out buka tutupnya diatur kem yang sudah dimodifikasi bubunganannya.

Klep isap (in) durasinya sekitar 271 derajat. Sedangkan untuk klep buang (ex) durasinya 272 derajat. Hitungan ini agar nafas BeAT tetap ada demi mengejar peak power putaran atas.

Bermain kelas standar, karburator kudu tetap pakai standar. Yang boleh cuma kilik aliran debit gas bakar lewat spuyer. Coba bermain aman dengan setingan basah. Pilot-jet dipatok pada angka 42 sedangkan main-jet masih tetap mengandalkan spuyer standar yaitu 100.

Sip. (motorplus-online.com)

PAKAI ROLLER 8 GRAM RATA

Beralih ke seting seputar CVT. Lagi-lagi, tidak banyak ubahan yang dilakukan. Penggantian hanya sebatas roller. Dari setingan yang dilakukan di sirkuit ini, pria berumur 31 tahun ini mengaku menggunakan ukuran 8 gram rata.

“Awalnya pakai yang 7 gram. Tapi, lihat lay-out sirkuit Tugu karakter high speed di trek lurus dikombinasi tikungan patah yang mengharuskan bermanuver lebih pelan. Pilihan yang tepat adalah roller Kawahara 8 gram rata,” imbuh pria asli Betawi ini.

Katanya putaran atas tidak terlalu dipikirkan. Yang penting, putaran bawah meluncur lebih cepat. Sehingga, mudah melesat keluar tikungan! Gasssss!

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Indotire 80/90-14
Ban belakang : Indotire 90/90-14
Knalpot : Standar bobokan
Sok belakang : YSS
Pelumas : Federal Oil
Penulis : KR15 | Teks Editor : Nurfil | Foto : Ade, GT 

Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2009 (Bandung)

Yamaha Jupiter-Z, Tidak Liar Di RPM Rendah

Kalau saja Agus Budi Susanto tidak keluar dari format, mungkin Asep Kancil tak pernah menapaki podium kehormatan di setiap seri MotoPrix kelas MP1. Mekanik asli Klaten ini berani mematok durasi kem gede pada Yamaha Jupiter-Z andalan tim Yamaha SND KYT FDR. Durasi kem mencapai 278 derajat.

Padahal, lazimnya mekanik menerapkan durasi kem rata-rata 270 derajat. Durasi kem lebar di Jupiter-Z ini, membuat motor lemot di kitiran mesin rpm rendah. Tapi, galak di putaran atas. “Ini sengaja. Biar motor tidak liar di rpm rendah. Sehingga gampang dikendalikan,” tegas lulusan Politeknik PPKP Yogyakarta.

Alasannya, Asep Kancil pembalap belia. Posturnya imut dan baru naik seeded. Sehingga, perlu motor yang gampang untuk adaptasi. Makanya, power motor dibikin tidak garang, sehingga lebih gampang dikangkangi.

Durasi ini didapat dari klep isap membuka 38 sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 60 setelah TMB. Artinya, pada saat piston melakukan langkah kompresi baru mulai di angka 60.

Dengan begitu, kompresi bersih hanya sedikit. Motor memang jadi kelihatan ngok alias tak bertenaga di rpm rendah. Untuk klep buang juga buka-tutup dibikin sama durasinya dengan klep isap.  LSA juga kecil.

Suplai gas bakar mengandalkan karburator Keihin PWK 24. Diisi pilot dan main-jet 68/115. Lumayan besar. “Biar bahan bakar lebih melimpah. Selain mengimbangi durasi kem gede, mesin pun jadi lebih adem,” tambah suami Nina Agustin ini.

Suplai bensol biru melimpah, Agus pun berani mematok kompresi tinggi. Tepatnya di angka 13,4 : 1. Tapi, setingan mesin seperti ini bukan tanpa kendala. Karena tenaga bawah dikorbankan, maka pembalap harus jago menggantung rpm. Tentu ada maksud en tujuanya. Yakni, agar tenaga tidak drop saat masuk dan keluar tikungan.

Tapi, Asep Kancil terbukti mampu menjinakkannya. Naik podium di setiap seri MP di musim 2011 ini. Mulai seri I di Serang hingga seri IV Kenjeran lalu, selalu menjadi juara. Tidak heran, jika klasemen sementara MotoPrix masih dipegang pembalap asli Jawa Barat ini. Semua memang berawal dari durasi kem besar! (motorplus-online.com)

 DATA MODIFIKASI
Klep: Sonic
Busi: Denso IU27
CDI: Rextor Monster
Ban: Corsa 

Penulis : Ipunk | Teks Editor : Nurfil | Foto : Candra, Yudi 

Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2006

Yamaha Jupiter-Z 2006, Rahasia Pemula Privateer

Di final kelas bebek 115 cc tune-up pemula, Yamaha Cup Race Medan akhir Maret lalu, M. Iqbal Gatra begitu perkasa. Ia jawara di kelas itu tanpa perlawanan. Pembalap berikutnya, jauh diasapi oleh pembalap W2 Tapak Lapan Racing Team yang berasal dari Pekanbaru, Riau ini.

Apa yang menjadi rahasia pembalap privateer ini sehingga bisa mengalahkan pemula lain yang disupport pabrikan dan produsen variasi racing lainnya? “Semangat dan riset. Walau modal pas-pasan,” jelas M. Iqbal Gatra usai meraih podium.

Ia menyerahkan urusan korek mesin kepada mekaniknya, Herman dari Golden Racing Team. “Basic mesinnya dibikin mekanik Jogja, Mas Anto,” jujur Herman.

Walau begitu, tidak murni 100 persen mesin ini korekan mekanik Jawa. Herman pun turut ambil bagian dalam melakukan penyesuaian racikan yang sudah ada. “Untuk bagian dalam, seperti gir rasio Anto yang bikin. Untuk desain silinder head, kompresi saya yang seting,” ulas mekanik beralamat di Jl. Angkasa, Pekanbaru.

Saat ajang OMR Yamaha dan MotoPrix Region 1 di tempat yang sama, Lanud Polonia Medan, motor milik M. Iqbal Gatra tidak terkejar. “Sayang saat di MotoPrix, sudah masuk tikungan terakhir. Saat itu, posisi nomor satu, eh...melebar. akhirnya masuk podium 4,” kenang Herman.

Kombinasi kompresi tinggi 13,8 :1 dan kem berdurasi 290 derajat. jadi kuncian. “Kepala silinder sedikit diubah dengan penggunaan klep ukuran 26 mm (in) dan 23 mm (out). Lubang klep dimodif, biar klep mendem sampai 1,5 mm,” jelasnya. Setelan begini tenaga rata,” kata Herman tanpa menjelaskan dari berapa milimeter klep mengangkat, tanda durasi dihitung.

Bermodal itu, ubahan kem yang dilakukan, LSA di kisaran 105 derajat, dengan putaran bisa mencapai 14.000 rpm. “Tapi, di putaran 6.000 power sudah dapat,” katanya mantap.

Mengimbangi kompresi yang tinggi, setingan pengapian dibikin mundur. Dari normal 34 derajat menjadi 32 derajat. Selain itu juga, spuyer diperbesar menjadi 170 main-jet dan 37,5 pilot-jet. “Awalnya pakai main-jet 165, tapi sepertinya terlalu kering dan memang tidak sesuai karakter gaya balap Iqbal,” tegasnya. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Battlax 120/60-17
Ban belakang : Battlax 140/70-17
Knalpot : Suzuki GSX 400
CDI : Rextor
Penulis : Hend | Teks Editor : Nurfil | Foto : Hendra 
Rabu, 23 Maret 2011 13:01 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2010

Yamaha Jupiter-Z 2010, Turun Spek Tapi Juara MP5

Di seri 2 MotoPrix region 2, Minggu lalu yang pentas di Parkir PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat, mewajibkan penggunaan Pertamax Plus. Berlaku untuk kelas MP5 dan MP6 pemula.

Ini yang membuat mekanik harus menurukan spek motor korekan mereka. Seperti yang dilakukan Sri Hartanto alias Gandoel pada Yamaha Jupiter-Z pacuan Rheza Danica dari Yamaha Rextor GRM.

Namun meski turun spek, hasilnya mengejutkan. Jupiter-Z yang dipacu Rheza juara 1 kelas bebek 125 cc standar pemula alias MP5.

Yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar, sudah tentu rasio kompresi. Harus turun tajam. Pertamax Plus punya oktan 95 maksimal rasio kompresi berada di bawah 12,8 : 1.

Namun Gandhoel lebih suka memilih cara aman. “Kira-kira rasio kompresi hanya dipatok 12,6 : 1,” jelas Gandhoel yang berarti punya makna bergantung. He..he... bener kan mas?

Cara mengukur rasio kompresi versi Gandhoel cukup dari volume ruang bakar. Tekniknya menggunakan buret. Sedangkan kapasitas silinder hanya dari hitungan rumus semata.

Seperti biasa, rasio kompresi didapat dari volume ruang bakar ditambah volume silinder. Baru kemudian hasilnya dibagi volume ruang bakar.

Penyesuaian lain yang dilakukan pria beken di balap ini yaitu timing pengapian. Dibuat lebih dekat TMA. Istilahnya dibikin lebih retard.

Timing pengapian ada hubungan dengan penggunaan bahan bakar. Makin tinggi angka oktanya, akan semakin tahan kompresi. Butuh penyalaan yang lebih awal atau lebih lama.

Asalnya menggunakan bensol dengan angka oktan berada di rentang 105-110. Butuh waktu penyalaan lebih awal atau lebih lama sebelum TMA (Titik Mati Atas) alias top. “Waktu penyalaan api busi dibuat 37 sebelum TMA,” jelas pria yang mengaku punya nama panjang sekali itu.

Namun begitu menggunakan Pertamax Plus yang punya angka oktan lebih rendah, timing pengapian juga ikut dibikin lebih mundur. “Atau waktu penyalaan dibuat jadi lebih singkat. Dekat dengan TMA,” teori Gandhoel.

Akhirnya oleh Gandhoel, seting pengapian dibuat mundur 2 derajat. Timing tertinggi mulai 9.500 rpm dipatok 35°. Makin ke atas dibuat lebih rendah lagi.

Namun konsekuensi penurunan spek, bagaimana pun akan mengurangi performa motor. “Powernya lebih gede menggunakan bensol,” jelas Rheza yang punya bapak bernama Dendit Wibowo itu.

Makanya pada lap-lap awal, hanya berada di posisi ke dua. Namun karena kompresi rendah dan ditunjang gaya balap Rheza mampu menikung lebih sempit, akhirnya bisa juara 1.

Selamat!


Karbu standar direamer sampai habis
Spuyer Naik

Regulasi lama, boleh mereamer karburator standar. Asalkan tidak diganti, silakan direamer sampai abis, tapi gak boleh bolong.

Gandhoel mereamer abis karburator. Sampai skep juga menggunakan buatan dewek alias custom. “Ukurannya lupa, pokoknya lubang skep dikikis sampai tipis sekali,” jujur bapak yang hidupnya bergantung pada sponsor.

Untuk spuyernya juga harus diganti sesuai bahan bakar Pertamax Plus. Asalnya menggunakan bensol main-jet 100, kini dibikin 102. Bagitu pun pilot jet ikut naik 1 step dari sebelumnya.

DATA MODIFIKASI
 Ban : Corsa
Pelek : Takasago 1,60-17
Kampas kopling : FR
Knalpot : Custom
CDI : Rextor
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi, GT 
Rabu, 02 Maret 2011 10:15 WIB
Modifikasi Honda BeAt 2010

Modif Honda BeAt 2010, Bermain Di LSA 101 Derajat

Angka 101º untuk Lobe Separation Angle (LSA), tergolong sempit. Padahal, biasanya para tunner balap menerapkan sudut bumbungan kem isap dan buang di angka 103 - 108º. Besarnya angka LSA ini mempengaruhi karakter mesin.

LSA sempit ditujukan buat mengail power di putaran atas. Berbeda jika terapkan LSA lebar. Maka, power bawah mudah dikail. “Untuk Honda BeAT yang ditunggangi M. Nurgianto, cocoknya pakai LSA sempit. Cukup 101º,” bilang Erwin Oei, tunner pembuat mesin BeAT kelir pink yang turun di kelas Superstar di ajang Indonesian Super Matic Race, seri Bali itu.

Apalagi karakter balap racer akrab disapa Anto itu, suka rolling speed di tikungan. So, gantung gas, rpm di tahan di putaran tinggi. Karakter mesin yang ditawarkan, sesuai keinginan Anto.

Begitu juga karakter standar BeAT yang memang memanjakan torsi di putaran bawah. Jadi, tugas Erwin cukup mencari tambahan power buat putaran atas. Tenaga atasnya jalan terus. Tapi, ditikungan. rpm enggak boleh drop banget.

Permainan LSA didapat dari racikan noken as Kawahara. Durasi klep isap dan buang dibuat beda. Buat klep in, durasi dipatok di angka 257º. Sedang klep isap, 258º. 

Hitungannya, klep in membuka 29º sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 48º sebelum Titik Mati Bawah (TMB). Buat klep buang, “Klep ex membuka 52º sebelum TMB dan menutup 26º setelah TMA,” bilang tunner akrab dipanggil Akiang ini.

Dari puncak klep isap bermain di angka 99,5º. Sedang klep buang, puncak bubungan tercipta pada 103º. Digabung keduanya, lalu bagi 2. Hasilnya, 99,5º + 103º : 2 = 101,25º. Dibulatkan, jadi 101º. Klep Honda Sonic dipilih buat dukung karakter. Tapi Klep buang dibuat jadi 23 mm yang dari yang 24 mm. "Matik nggak pakai perseneling, jadi butuh rpm stabil dan cepat. Menurunkan ukuran diameter klep buang, aliran gas bakar lebih sesuai,” aku pria gape ubah sitting klep ini.

 Piston gompal bikin mesin drop di akhir lap (kiri). LSA kem sempit ditemani klep 28 mm/ 23 mm (kanan)

PISTON GOMPAL

Sayang, pertarungan seru antara Anto dengan Owie Nurhuda harus diakhir kendala teknis. Pembalap yang membawa nama tim Connection Kawahara ini harus puas di podium dua. Owie yang juga rekan setimnya mampu berdiri di podium utama.

Penyebabnya, piston Izumi 54,4 mm yang digebuk kompresi 12,1 : 1 itu gompal di bagian bibir klep in dan ex. “Mungkin papasnya agak ketipisan. Selain itu juga mungkin karena dipaksa terus bermain hingga 4 race. Apalagi sudah setahun belum diganti piston,” bilang Akiang sembari bilang baru tahu piston gompal setelah scrut. Tapi, setidaknya usaha yang dilakukan sudah cukup keras. Terlebih, Anto masih mampu untuk melewati garis finish. (motorplus.otomotifnet.com)
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Boyo, Adhek 
Kamis, 17 Februari 2011 10:42 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter-Z 2011

Modif Jupiter Z Juara MP1, Piston Lebih Ringan 5 Gram

Piston forging punya bobot lebih ringan ketimbang piston biasa. Part ini juga yang menjadi andalan di Yamaha Jupiter-Z pacuan Diaz Kumoro Djati. Dengan berat part penggebuk kompresi ruang bakar yang lebih ringan, mesin juga mendapat perlakukan sama.

Piston berdiameter 55,25 mm yang disupport merek TDR selaku sponsor tim, podium pertama di kelas MP1 di MotoPrix Region II seri awal ini pun mudah diraih pembalap Yamaha TDR FDR Federal Oil NHK Yonk Jaya itu.

Menurut Heru ‘Kate’ Hardiyanto selaku tunner tim yang bermarkas di Bandung, Jawa Barat itu selisih bobot berkurang sekitar 5 gram. “Meski hanya sekitar 5 gram, tapi itu sudah bisa pengaruhi kinerja mesin,” jelas pria ramah itu.

Putaran mesin, terutama sejak putaran bawah lebih mudah dikail. Begitu juga untuk putaran atas. Rpm, mesin jadi bisa bermain sedikit lebih tinggi.

Ada kelebihan lain soal aplikasi piston ini. Menurut pria asal Jogja ini, suhu mesin cenderung lebih stabil dan adem. “Karena bobot ringan, mesin jadi tidak bekerja lebih seperti pakai piston biasa,” bilangnya.

Iya dong, kruk as tidak perlu keluarkan tenaga ekstra buat mendorong dan menarik piston. Kondisi ini menguntungkan, karena performa mesin tetap terjaga. Akhirnya power mesin tidak banyak turun meski dipakai lebih dari 10 putaran.

Tapi, tidak banyak penyesuaian yang dilakukan dalam aplikasi piston yang dibuat model tempa itu. Terutama jika bicara soal kompresi mesin. Sebab, tidak seperti piston sebelumnya, piston forging ini memiliki dome cukup pendek. Kondisi ini yang membuat kompresi tidak dimainkan terlalu tinggi. Tapi, cukup 13,5 : 1.

Enteng lho! (motorplus-online.com)

PATOK DURASI 270º


Buat imbangi kinerja mesin ringan, magnet juga ikut disentuh. Kali ini, Heru mengandalkan besi lempengan yang diubah jadi rotor alias magnet. “Beratnya, 475 gram dengan balancer 350 gram,” ungkapnya.

Kondisi ini membuat mesin memiliki torsi lebih besar. Apalagi, seting didukung kem durasi 270º dengan LSA (Lobe Separation Angle) 105º. Lalu, kepala silinder dijejali diameter payung klep 29 mm/ 24 mm. Klep dari merek EE yang dikecilkan lagi diameternya. Semburan bahan bakar didukung karburator Keihin PWK 28 mm. Main-jet diseting 112 dan pilot-jet cukup besar, yaitu 62. “Karena power motor enteng, jadi butuh masukan sedikit besar di putaran bawahnya,” tutup Heru yang alumnus fakultas Pertanian UPN Jojga 1990 itu.

 DATA MODIFIKASI
Ban : Corsa 90/80-17
Klep : EE
Sok belakang : YSS
Knalpot : Yonk Jaya
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi 
Jumat, 18 Februari 2011 10:51 WIB
Modifikasi Yamaha Jupiter Z

Modif Yamaha Jupiter Z Juara MP2, Kejar Putaran Bawah


Sirkuit
 Stadion Maulana Yusuf yang jadi hajatan pembuka MotoPrix Region II, banyak menawarkan tikungan patah-patah. Tapi, enggak sampai pinggang patah buat menaklukannya. Karakter ini, coba diimbangi Yamaha Jupiter-Z MP2 pacuan Asep ‘Kancil’ Maulana.

Sirkuit patah-patah karakter balap MP, bikin Jupiter-Z ini mengejar putaran bawah-menengah. “Jadi power mesin lebih siap dipakai jelang keluar tikungan,” ujar Agus Budi Susanto yang meracik pacuan Asep Kancil yang gabung di tim Yamaha SND KYT FDR FIM.

Buat mencipta karakter power seperti itu, banyak part yang diunggulkan. Terutama, dari permainan durasi kem. Putaran bumbungan kem dibuat menjadi 275º (in) dan 280º (ex). Lalu, LSA (Lobe Separation Angle) main di 104º.

Dari karakter LSA yang ditawarkan, 104º tergolong bermain sedang. Artinya, lebih cenderung membiarkan power bermain di putaran bawah-menengah. Sehingga, karakter ini yang diharapkan jadi kekuatan mesin dan gaya balap Asep.

Begitunya durasi dan LSA itu ditemani klep milik Honda Sonic. Tapi, diameter payung klep diperkecil lagi. Aslinya 28/ 24 mm, tapi buat mengimbangi piston FIM diameter 52 mm, klep dibuat menjadi 26/ 23 mm. “Sebelumnya coba bertahan di 24 mm. Tapi power yang keluar malah agak kurang galak di bawah,” bilang pemegang gelar Diploma 3 jurusan Otomotif TPKP Jogja.

Apalagi, kompresi mesin diseting hanya bermain di 13,8 : 1. Rasio kompresi ini juga didukung dari pemapasan kepala silinder sekitar 0,3 mm. “Bahan bakar cukup pakai bensol biru saja,” kata tunner yang baru memulai karirnya tiga tahun lalu ini.(motorplus-online.com)

SETING PENGAPIAN

Menemani permainan putaran bawah yang diterapkan, Agus pun coba memaksimalkan lewat ubahan di sektor pengapian. Mengandalkan magnet Yamaha YZ125, magnet dibuat model basah.

Sebagai otak pengapian dipakai CDI Rextor Monster. Tapi, timing dibuat tidak terlalu tinggi. Tertingi diseting 36º di 9.000 rpm dengan pulser 15º sebelum Titik Mati Atas (TMA). Begitunya limiter di CDI bercasing merah ini dipatok di 14.000 rpm.

Karburator Mikuni TM 24 mm juga diandalkan buat dongkrak putaran bawah. Kombinasi main-jet 130 dan pilot-jet 25 membuat kebutuhan jadi terpenuhi. “Dari merek yang lain, karburator ini lebih spontan buat dukung akselerasi putaran bawah,” aku tunner kelahiran Klaten, Jawa Tengah ini.

DATA MODIFIKASI
Ban : Corsa 90/80-17
Disk brake : Daytona
Sok belakang : YSS
Gas spontan : Daytona
Knalpot : SND
Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi 
Rabu, 16 Februari 2011 15:58 WIB
Modifikasi Honda Supra X 125

Modif Honda Supra X 125, Torsi Lembut Juara MP3

Sirkuit Stadion Maulana Yusuf Serang dianggap patah-patah oleh Wahyu Iod. Makanya, mekanik Honda Aries Putra NHK M150 Rextor ini seting torsi yang lembut di Honda Supra X 125 pacuan Sulung Giwa.

Torsi yang lembut dimaksudkan agar motor tidak liar dan mudah dikendalikan. “Intinya korekan mesin diseting agar punya torsi yang cukup namun power besar,” jelas Wahyu yang asli Jogja itu. Power gede dibutuhkan karena trek lurus mencapai 246 meter.

Agar torsi lembut namun power gede ada beberapa yang diakali. Seperti lubang isap dibuat besar. “Meski klep isap maksimal menggunakan ukuran 26 mm, namun lubang isap dibuat gede yaitu 24 mm,” cocor Wahyu. Untuk ukuran lubang buangnya 22 mm.

Cara lain untuk melembutkan torsi juga ditempuh. Yaitu dengan mematok lubang isap yang pendek. “Jarak dari karet manifod sampai klep hanya 18 cm. Kalau mau torsi yang gede tinggal ganti leher angsa yang panjang,” teori Wahyu dengan logat Jawa.

Untuk menjinakkan torsi juga bisa ditempuh dengan mengatur bubungan kem. “Yaitu LSA (Lobe Sparation Angle) atau sudut antara puncak bubungan kem isap dan buang dibikin sempit, diset jadi 102º. Sebaliknya kalau mau torsi gede tinggal memperbesar LSA jadi 105º,” teori Wahyu.

Begitupun untuk lift kem, dibuat hanya 9,2 mm. Kalau mau power gede lagi bisa dibuat sampai 9,5 mm. “Sebenarnya semua setingan ini ada hubungan dengan kompresi, panjang lubang inlet, kem dan derajat pengapian,” wanti Wahyu yang mematok rasio kompresi 16 : 1. Tinggi amat ya?(motorplus-online.com)

ENAK ROLLING SPEED

Honda Supra X 125 identik dengan rangka yang berat dan susah dibuat manuver. Tetapi di Supra X 125 pacuan Sulung ini beda karena disokong seting mesin yang lembut itu.

Pada saat mau keluar tikungan justru ban seperti menempel ke aspal. “Jadinya rolling speed lebih cepat keluar dari tikungan,” analisis Sulung Giwa yang berbadan kurus itu.

Ini juga ada hubungan dengan penggunaan karburator Mikuni Sudco. Serta hasil pengukuran AFR (Air Fuel Ratio). Perbadingan udara dan bahan bakar yaitu 13 molekul udara yang masuk dan 1 molekul bensol. Atau biasa dibilang AFR 13 : 1.

Seting menggunakan AFR berguna juga untuk ketahanan motor. Mesin tidak terlalu panas karena kekeringan. Sebaliknya, mesin juga tidak mbrebet kebanyakan bensin.

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Corsa VR46 90/8017
Pelek : Takasago Excel Asia 
Karburator: Mikuni Sudco
Pilot dan main-jet: 30-150
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : M. David, Yudi 

Kamis, 21 Juli 2011 14:29 WIB
Modifikasi Honda Blade 2010 (Tangerang)

Honda Blade, Buat Harian Sudah 170 CC

 
Memperbesar volume silinder cara mudah dongkrak tenaga mesin. Seperti dilakukan Bang Jay dari Eka Jaya Motor.  Dia melakukan bore up dan stroke up di Honda Blade milik Andre Gayung dari Cimone, Tangerang.

Karena motor hanya dipakai harian, tampilan mesin ogah ekstrem. Dari luar, maunya kelihatan standar abis.   Makanya, mekanik yang punya nama asli Zaenudin itu melakukan trik sendiri.

Seperti ketika stroke up, cukup menggunakan pen piston 3 mm. Otomatis kenaikan stroke total 6 mm. Agar tidak tambah paking blok yang tebal, harus diimbangi penggunaan setang piston pendek.

Cara paling gampang, menggunakan conecting rod milik Honda Grand atau Supra X. Dengan begitu, posisi piston ketika top tetap rata dengan blok walau sudah naik stroke. 

Langkah piston standar 55,6 mm di- tambah kenaikan stroke 6 mm. “Total kini langkah piston jadi 62,6 mm,” jelas mekanik dari Poris Paradise, Tangerang ini.

Upaya bore up juga sudah dilakukan. Pakai piston Honda Sonic oversize 100, diameter 59 mm. Alasan penggunaan piston Sonic berdasarkan beberapa pertimbangan. 

Pertama, ukurannya yang lebih pendek. Tinggi piston Sonic dan Blade hampir tidak jauh berbeda. Sama dengan piston motor modern. Supaya ringan dan rendah gesekan. Tenaga mesin jadi tidak banyak terbuang percuma. 

Selain itu, penggunaan piston Sonic juga tidak banyak yang diubah. “Apalagi lubang pen piston sudah sama-sama 13 mm. Jadinya tidak perlu main bushing,” jelas mekanik asli Medan itu.  

Akibat stroke jadi 62,5 mm dan diameter pison jadi 59 mm, maka dapat dihitung kapasitas volume silinder. Kini lumayan, sudah mencapai 170,8 cc. Oke juga dipakai harian.

Untuk mengerjakannya, mekanik yang dulu dapat gelar kontrak paling mahal di road race itu, dalam mengerjakan tidak perlu lama. Selain sudah bidangnya, kini bengkelnya juga sudah dilengkapi dengan peralatan bubut. Termasuk mesin korter dan ganti boring. Juga ada mesin freis dan copy kem. 

Selain meningkatkan volume silinder.  Cara lain untuk dongkrak tenaga dibarengi dengan menggunakan klep gede. Aplikasi punya Sonic juga. “Klep isap 28 mm dan buang 24 mm,” jelas mekanik yang juga pandai pasang klep besar ini. 

Transmisi atau pemindah daya juga diperbaiki. Kopling standar yang asalnya menggunakan model diafragma diganti dengan milik Honda Karisma.

Satu set rumah kopling dan mengkuk serta kampasnya. “Kecuali gir sekunder, tetap menggunakan asli Blade,” jelas mekanik yang tetap tambun walau sibuk banyak orderan itu. 

Guna menyesuaikan power yang sudah besar tadi, reduksi gir juga dibenahi. “Sproket depan menggunakan 14 mata dan belakang 35 mata,” jelas Pian, tangan kanan Bang Jay.   (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI

Karburator: Mikuni TM24
Pilot-jet : 30
Main-jet : 130
Intake manifold : Varro
Eka Jaya Motor : (021) 55703814
Penulis : Aong | Teks Editor : Nurfil | Foto : Yudi

Sabtu, 12 Februari 2011 17:35 WIB
Modifikasi Liaran Honda Karisma

Modif Honda Karisma, 202 cc Dari Tangerang

Zaenudin yang bukan MZ pernah bore up Honda Supra X 125 sampai 183 cc untuk harian. Itu baru step I dan kini bikin step 2 sudah 202 namun tetap bisa diajak untuk daily use. Bukan untuk balap resmi apalagi liaran!

Step 2 diaplikasi di Honda Karisma milik Awaludin dari Kota Bumi, Tangerang. Basic mesinnya sama dengan Supra X 125. Masih pakai piston Honda Tiger yang punya diameter 63,5 mm. “Namun dipilih yang punya lubang pen 13 mm buatan NPP,” jelas Bang Jay yang bos Eka Jaya Motor di Poris Paradise, Tangerang itu.

Proses modifikasi aplikasi seher alias piston 63,5 mm agar masuk di blok silinder dan lubang crankcase sama dengan step 1. Pernah dibahas komplet di MOTOR Plus edisi 619 halaman 8.
Bedanya ini kali Bang Jay menaikkan stroke atau langkah piston. “Namun tidak mau adanya paking tebal di blok silinder. Melainkan tetap menggunakan paking standar,” jelas Bang Jay yang masih tetap aktif di road race dengan pembalap Dendi Khadaffi itu.

Untuk itu, Bang Jay pilih menggunakan setang piston milik Honda Grand. Ukurannya lebih pendek dari setang standar Karisma. “Sehingga langkah piston bisa naik 6 mm tanpa adanya paking,” jelas pria asli Melayu Deli, Medan itu.

Untuk naik stroke, juga tidak mau merusak kruk as. “Maklum motor harian yang suatu ketika pastinya akan dikembalikan lagi standar” jelas Awaludin yang asli Wong Kito, Plembang.

Untuk itu, Bang Jay aplikasi pen stroke 3 mm. Naik-turun, otomatis langkah piston naik 6 mm dari standar. Dipadukan dengan stroke asli yang 57,9 mm + 6 mm. Jadi, stroke totalnya 63,9 mm.

Hitung-hitungan itu bikin setingan motor jadi menguntungkan. Diameter x stroke yaitu 63,5 x 63,9 mm, hampir square. Dengan begitu, tenaga atas-bawah mudah digapai.

Selanjutnya, kapasitas silinder bisa dihitung. Menggunakan volume silinder jadinya 202,3 cc. Wah, setera Tiger.

Namun agar piston tidak mentok head, bagian pinggir kepala piston dipapas 0,4 mm. Pantat seher juga dipapas 5 mm agar tidak mentok bandul kruk as ketika sedang di TMB (Titik Mati Bawah).

Lubang isap dan buang juga diporting ulang. Mengikuti klep yang sudah ganti merek EE 30/25
0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar